1. Pengertian
Asma
bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial
adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun
hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).
2.Klasifikasi
Berdasarkan
penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu
:
a.
Ekstrinsik (alergik)
Ditandai
dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asma ekstrinsik.
b.
Intrinsik (non alergik)
Ditandai
dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami
asma gabungan.
c.
Asma gabungan
Bentuk
asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
by : waroenk-askep.blogspot.com
by : waroenk-askep.blogspot.com
3.
Etiologi
Ada
beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
a.
Faktor predisposisi
Genetik
Dimana
yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b.
Faktor presipitasi
Alergen
Dimana
alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2.
Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex:
makanan dan obat-obatan
3.
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex:
perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan
cuaca
Cuaca
lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim
bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
Stress
Stress/
gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan
kerja
Mempunyai
hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah
raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian
besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
4.
Patofisiologi
Asma
ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi
diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
5.
Manifestasi Klinik
Biasanya
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak
nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa
nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada
serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi
dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam
hari.
6.
Pemeriksaan laboratorium
1.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan
sputum dilakukan untuk melihat adanya:
o
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
o
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
o
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
o
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2.
Pemeriksaan darah
o
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
o
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
o
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetus
:
•
Allergen
•
Olahraga
•
Cuaca
•
Emosi
Imun
respon menjadi aktif. Pelepasan mediator humoral
•
Histamine
•
SRS-A
•
Serotonin
•
Kinin
•
Bronkospasme
•
Edema mukosa
• Sekresi
meningkat
•
inflamasi
Penghambat
kortikosteroid
Pada
pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
7.Pemeriksaan
penunjang
1.
Pemeriksaan radiologi
Gambaran
radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
o
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
o
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
o
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
o
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
o
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan
untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
3.
Elektrokardiografi
Gambaran
elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
o
clock wise rotation.
o
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).
o
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4.
Scanning paru
Dengan
scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5.
Spirometri
Untuk
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga pentinguntuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
8.
Komplikasi
Berbagai
komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1.
Status asmatikus
2.
Atelektasis
3.
Hipoksemia
4.
Pneumothoraks
5.
Emfisema
6.
Deformitas thoraks
7.
Gagal nafas
9.
Penatalaksanaan
Prinsip
umum pengobatan asma bronchial adalah :
1.
Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2.
Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3.
Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga
penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama
dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan
pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1.
Pengobatan non farmakologik:
o
Memberikan penyuluhan
o
Menghindari faktor pencetus
o
Pemberian cairan
o
Fisiotherapy
o
Beri O2 bila perlu.
2.
Pengobatan farmakologik :
o
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan
:
a.
Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama
obat :
-
Orsiprenalin (Alupent)
-
Fenoterol (berotec)
-
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat
golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler
dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma
serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel
yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
b.
Santin (teofilin)
Nama
obat :
-
Aminofilin (Amicam supp)
-
Aminofilin (Euphilin Retard)
-
Teofilin (Amilex)
Efek
dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan tefillin / aminofilin dipakai pada serangan
asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum
obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika
penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).
o
Kromalin
Kromalin
bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya
baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
o
Ketolifen
Mempunyai
efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat
diberika secara oral.
by : waroenk-askep.blogspot.com
by : waroenk-askep.blogspot.com
KONSEP KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Hal-hal
yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1.
Riwayat kesehatan yang lalu:
o
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
o
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
o
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2.
Aktivitas
o
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
o
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
o
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
3.
Pernapasan
o
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
o
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
o
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
o
Adanya bunyi napas mengi.
o
Adanya batuk berulang.
4.
Sirkulasi
o
Adanya peningkatan tekanan darah.
o
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
o
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
o
Kemerahan atau berkeringat.
5.
Integritas ego
o
Ansietas
o
Ketakutan
o
Peka rangsangan
o
Gelisah
6.
Asupan nutrisi
o
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
o
Penurunan berat badan karena anoreksia.
7.
Hubungan sosal
o
Keterbatasan mobilitas fisik.
o
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
o
Adanya ketergantungan pada orang lain.
8.
Seksualitas
o
Penurunan libido
2.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Ketidakefektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil
yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan
jelas.
Intervensi
:
Mandiri
o
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
o
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
o
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
o
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara tempat tidur
o
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
o
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
Kolaborasi
o
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
o
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak
dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
o
Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
o
Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit.
o
Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi.
o
Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
o Hidrasi
membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
o
Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi
mukosa.
Malnutrisi
b/d anoreksia
Hasil
yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.
Intervensi
Mandiri
o
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
o
Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.
Kolaborasi
o
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
o
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
o
Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah
dengan peningkatan kesulitan nafas.
o
Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan.
Kerusakan
pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
Hasil
yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
Intervensi
Mandiri
o
Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
o
Palpasi fremitus
o
Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
o
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
o
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasi
kan beratnya hipoksemia.
o
Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan Cairan/udara.
o
Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
o
Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
Risiko
tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil
yang diharapkan :
-
mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
-
Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri
o
Awasi suhu.
o
Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi
o
Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.
o
Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
o
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap
infeksi
o
untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti
microbial
Kurang
pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil
yang diharapkan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi
Rasionalisasi
o
Jelaskan tentang penyakit individu
o
Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
o
Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler.
o
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan.
o
Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan
merugikan.
o
Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya.
Daftar Pustaka
Baratawidjaja,
K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK
UI.
Brunner
& Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Crockett,
A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta : Hipocrates.
Crompton,
G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell Scientific
Publication.
Doenges,
M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”,
Jakarta : EGC.
Guyton
& Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak
& Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta
: EGC.
Price,
S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit”, jakarta : EGC.
Pullen,
R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab,
T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.
Rab,
T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.
Reeves,
C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku Satu,
Jakarta : Salemba Medika.
Staff
Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.
Sundaru,
H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.
by : waroenk-askep.blogspot.com
by : waroenk-askep.blogspot.com
0 komentar: