
DISUSUN OLEH:
WAORENK-ASKEP.BLOGSPOT.COM
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
a Fraktur
Adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, Arif,
et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam
buku Nursing Care Plans
and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama
yang diterangkan dalam
buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical
Nursing.
b Patah Tulang Tertutup
Didalam buku Kapita
Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah
tulang tertutup adalah
patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan
dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah
tulang tertutup adalah
suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau
tidak robek) tanpa
komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
c Patah Tulang Humerus
Adalah diskontinuitas atau
hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi
atas :
1) Fraktur Suprakondilar
Humerus
2) Fraktur Interkondiler
Humerus
3) Fraktur Batang Humerus
4) Fraktur Kolum Humerus
Berdasarkan mekanisme
terjadinya fraktur :
1) Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku
dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam
posisi supinasi.
2) Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku
dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi
pronasi.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(Mansjoer, Arif, et al,
2000)
d Platting
Adalah salah satu bentuk
dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak
sepanjang tulang dan
berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan :
1) Tercapainya kestabilan
dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang
sangat penting bila ada
cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
2) Aliran darah ke tulang
yang patah baik sehingga mempengaruhi proses
penyembuhan tulang.
3) Klien tidak akan tirah
baring lama.
4) Kekakuan dan oedema
dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera
digerakkan.
Kerugian :
1) Fiksasi interna berarti
suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.
2) Kemungkinan untuk
infeksi jauh lebih besar.
3) Osteoporosis bisa
menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.
2. Anatomi Dan Fisiologi
a Struktur Tulang
Tulang sangat
bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya
struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah
periosteum mengikat tulang
dengan benang kolagen disebut benang sharpey,
yang masuk ke tulang
disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan
tebal sehingga disebut
tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat
yang disusun dalam unit
struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem
terdiri atas kanal utama
yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut
Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut
Lakunae (didalamnya
terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan
seperti lingkaran yang
menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang
panjang dan di dalamnya
terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke
tulang melalui Kanal
Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi
untuk tulang dan membuang
sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah
tulang merupakan akhir
dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
Trabekulae (batang) dari
tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang
Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang
membentuk sel-sel darah
merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu
bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses
hematopoiesis dan bone
marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana
jika dalam proses fraktur
bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga
sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk
tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit
adalah osteoblast yang ada
pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan
menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun
yang tua. Sel tulang ini
diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini
dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral,
dan substansi dasar
(gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah.
Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat)
yang menyebabkan tulang
keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara
200 – 400 ml/ menit
melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993
dan Ignatavicius, Donna.
D,1995).
b Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang
berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat
(Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang
terdiriatas epifisis,
tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis
(ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi
kestabilan sendi. Tulang
rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan
mempermudah pergerakan,
karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis
adalah bagian utama dari
tulang panjang yang memberikan struktural tulang.
Metafisis merupakan bagian
yang melebar dari tulang panjang antara epifisis
dan diafisis. Metafisis
ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa
pertumbuhan. Periosteum
merupakan penutup tulang sedang rongga medula
(marrow) adalah pusat dari
diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
c Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi
menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan
ujung bawah.
1) Kaput
Sepertiga dari ujung atas
humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat
sendi dengan rongga glenoid
dari skapla dan merupakan bagian dari banguan
sendi bahu. Dibawahnya
terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher
anatomik. Disebelah luar
ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah
benjolan, yaitu
Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah
bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah
tuberositas terdapat leher
chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2) Korpus
Sebelah atas berbentuk
silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah
lateral batang, tepat
diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena
menerima insersi otot
deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah
belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan
kepada saraf radialis atau
saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis
atau radialis.
3) Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak
pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan
bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam
berbentuk gelendong-benang
tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar
etrdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian
ujung bawah humerus
terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial.
(Pearce, Evelyn C, 1997)
d Fungsi Tulang
1) Memberi kekuatan pada
kerangka tubuh.
2) Tempat mlekatnya otot.
3) Melindungi organ
penting.
4) Tempat pembuatan sel
darah.
5) Tempat penyimpanan
garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D,
1993)
3. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung
menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian
sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak
langsung
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran
vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat
tarikan otot
Patah tulang akibat
tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
(Oswari E, 1993)
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh
namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan
(Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
(Black, J.M, et al, 1993)
a. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar
yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah
tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang
terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti
kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D,
1995 )
b. Biologi penyembuhan
tulang
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
Tulang bisa beregenerasi
sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk
menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium
Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin
guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama
sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi
Seluler
Pada stadium initerjadi
proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel
yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur
sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium
Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang
memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan
yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel
ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat
pada
permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah
fraktur menyatu.
4) Stadium
Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast
dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem
ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang
yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
5) Stadium
Lima-Remodelling
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
Fraktur telah dijembatani
oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun,
pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan
normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993
dan Apley, A.Graham,1993)
c. Komplikasi fraktur
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena
trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian
distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom
merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES)
adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea,
demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh
rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai
pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena
kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu
Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke
tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan
kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap,
kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan
yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
5. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat
sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat
fraktur.
1). Faktur Tertutup
(Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka
(Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
b. Berdasarkan komplit
atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila
garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks
tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit,
bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur
(patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur,
bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa
di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur,
mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang
panjang.
c. Berdasarkan bentuk
garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1). Fraktur Transversal:
fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur
yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan
akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral:
fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi:
fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah
permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur
yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada
tulang.
d. Berdasarkan jumlah
garis patah.
1) Fraktur Komunitif:
fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental:
fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple:
fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
e. Berdasarkan pergeseran
fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced
(tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan
periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced
(bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen,
terbagi atas:
a) Dislokai ad
longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim
(pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus
(pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Fraktur Kelelahan:
fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis:
fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar
trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur
biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur
dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang
lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat
dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma
kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993,
Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius,
Donna D, 1995, Oswari,
E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A,
1995, dan Reksoprodjo, Soelarto,
1995)
6. Dampak Masalah
Ditinjau dari anatomi dan
patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul
terjadi merupakan respon
terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur
terrutama pada fraktur
hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien
sendiri maupun keada
keluarganya.
a Terhadap Klien
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
1) Bio
Pada klien fraktur ini
terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena
trauma, peningkatan
metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang,
terjadi perubahan asupan
nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium
dan zat besi
2) Psiko
Klien akan merasakan cemas
yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur,
perubahan gaya hidup,
kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, dampak dari
hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan
lingkungan yang baru serta
tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
3) Sosio
Klien akan kehilangan
perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perawatan
yang waktunya tidak akan sebentar dan juga
perasaan akan
ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti
kebutuhannya sendiri
seperti biasanya.
4) Spiritual
Klien akan mengalami
gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam
jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan
karena rasa nyeri dan
ketidakmampuannya.
b Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada
keluarga dengan salah satu anggota keluarganya
terkena fraktur adalah
timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti
akan timbul kecacatan atau
akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa
ditempuh keluarga, untuk
itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan
penjelasan terhadap
keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung
semua biaya perawatan dan
operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban
bagi keluarga.
Masalah-masalah diatas
timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah
juga bisa timbul saat
klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat,
memenuhi kebutuhan klien.
Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan
bisa menimbulkan konflik
dalam keluarga.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
Di dalam memberikan asuhan
keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang
dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap
awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan
kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan
arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa
medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama
pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau
kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident:
apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain:
seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation,
relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of
Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri
atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
(5) Time: berapa lama
nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang
hari.
(Ignatavicius, Donna D,
1995)
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
c) Riwayat Penyakit
Sekarang
Pengumpulan data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini
ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit
Keluarga
Penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D,
1995).
g) Pola-Pola Fungsi
Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata
Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan
timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(2) Pola Nutrisi dan
Metabolisme
Pada klien fraktur harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehariharinya
seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia.
Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur
humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
(Keliat, Budi Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan
Istirahat
Semua klien fraktur timbul
rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri,
keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan
Peran
Klien akan kehilangan
peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani
rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Persepsi dan
Konsep Diri
Dampak yang timbul pada
klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image) (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(8) Pola Sensori dan
Kognitif
Pada klien fraktur daya
rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang
lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D,
1995).
(9) Pola Reproduksi
Seksual
Dampak pada klien fraktur
yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
10) Pola Penanggulangan
Stress
Pada klien fraktur timbul
rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak
efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan
Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak
dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum
dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan
total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik
atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita:
apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan
penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya
akut.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(c) Tanda-tanda vital
tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
(2) Secara sistemik dari
kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu
sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu,
normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu
simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan
sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti
konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih
dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak
ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil,
gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot
intercostae, gerakan dada simetris.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat,
reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan
dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau
simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada
erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak
ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus
jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus
tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal,
tak ada mur-mur.
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris,
tidak ada hernia.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada
defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada
pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ±
20 kali/menit.
(m)
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada
pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler.
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat
dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan
parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b) Cape au lait spot
(birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau
kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan,
pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari
ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait,
waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi,
terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
memberikan informasi dua
arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu
disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
(b) Apabila ada
pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan
(tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah,
atau distal).
Otot: tonus pada waktu
relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
(3) Move (pergeraka
terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan
pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan
ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto,
1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang,
pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen
(x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus
dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan
lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks
sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada
tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta
bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray
(plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi:
menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
(2) Myelografi:
menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi:
menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
(4) Computed
Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan
Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan
Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
(2) Alkalin Fosfat
meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam
membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti
Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan
mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab
infeksi.
(2) Biopsi tulang dan
otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi:
terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy:
didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
(5) Indium Imaging: pada
pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
(6) MRI: menggambarkan
semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D,
1995)
b. Analisa Data
Data yang telah
dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk
menemukan masalah
kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi
menjadi dua data yaitu,
data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan
masalah keperawatan yang
timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang
menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai
proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis
dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan,
atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
DAFTAR
PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku
Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 1995.
Black, J.M, et al, Luckman
and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition,
W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall,
Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu
Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional,
Jakarta, 1991.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah
untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo,
Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.
Ignatavicius, Donna D,
Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,
W.B. Saunder Company,
1995.
Keliat, Budi Anna, Proses
Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan
Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al,
Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan
Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1993.
Price, Evelyn C, Anatomi
dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
1997.
Reksoprodjo, Soelarto,
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1995.
Tucker, Susan Martin,
Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.
Sumber : http://waroenk-askep.blogspot.com
Design by waorenk-askep.blogspot.com
KUNJUNGI
BERBAGAI ARTIKEL
MENARIK
SEPUTAR KEHIDUPAN ANDA
0 komentar: